Kota Batu memiliki jargon kota wisata, namun kondisi ini belum diimbangi dengan penggalian kebudayaan tradisi. Pembangunan sarana pariwisata melaju pesat, sementara kebudayaan tradisi yang menjadi penopang kota wisata masih belum tergarap.
Wayang orang (wayang wong) merupakan teater tradisional yang menggabungkan antara drama yang berkembang di Barat dengan pertunjukan wayang purwo yang berkembang di Jawa. Lakon yang dibawakan wayang orang mirip dengan wayang purwo. Bedanya pemeran wayang adalah manusia yang berdandan layaknya para tokoh dalam wayang purwo.
Konon wayang orang ini adalah kesenian ningrat yang ditampilkan pada saat upacara-upacara raja di keraton-keraton dan para priyayi Jawa. Kesenian ini berbeda dengan ludruk yang menampilkan lakon keseharian masyarakat kecil. Dimana gerak, lakon, kostum, pencahayaan, latar panggung yang dipakai bebas. Wayang orang memiliki lakon, kostum dan gerak tari yang pakem sesuai dengan karakter tokoh yang dibawakan.
Keberadaan kesenian ini di Indonesia sempat mencapai kejayaanya pada tahun 1950-1960. Pasca tahun itu kesenian ini mengalami kemunduran. Walaupun demikian hingga kini masih ada beberapa seniman yang mengembangkan dan mempertahankan kesenian ini.
Sasono Krido Taruna adalah satu-satunya wayang orang yang ada di Kota Wisata Batu. Kesenian ini beranggotakan 40 orang yang sebagian besar tinggal di Dusun Ngandat, Kecamatan Junrejo. Beberapa anggota lainnya tersebar di Kecamatan Bumiaji dan Batu. Walaupun sudah jarang tampil di publik, namun grup wayang orang ini masih aktif untuk latihan bersama.
Suharto, sebagai penasehat grup wayang orang Sasono Krido Taruna senantiasa memberikan motivasi kepada anggotannya. Laki-laki berdarah Madura ini senantiasa mengusahkan agar keberadaan wayang orang bisa tetap dipertahankan di Kota Wisata Batu. Menurutnya Dinas Pariwisata harus turun bawah dan memberikan pembinaan. “Pemerintah lewat Dinas Pariwisata seharusnya memberikan pembinaan terhadap kesenian tradisi”, ungkapnya. Pembinaan ini menurutnya tidak hanya dalam bentuk dana, namun juga dalam bentuk-bentuk motivasi dan ruang publik untuk berekspresi.
Sasana Krida Taruna bisa eksis sampai saat ini hanya dengan mengandalkan swadaya dari anggotanya dan sisa dari ongkos pertunjukan yang sudah jarang mereka dapatkan. Menurut pengakuan Suharto, grup wayang orang yang ia pimpin ini cukup solid, namun kesolidannya belum didukung oleh perangkat pertunjukan yang lengkap.
Kostum wayang orang menjadi kendala tersendiri bagi satu-satunya grup wayang orang di Kota Batu ini. Suharto dan teman-temannya harus meminjam ke Universitas Merdeka Malang dengan harga setiap potongnya dihargai Rp. 50.000,- sampai Rp. 100.00,-. Kalau harus tampil dalam satu malam dengan personel 40 orang, maka untuk ongkos kostum saja sampai Rp. 3.000.000,- 4.000.000,-. “Ini adalah biaya yang mahal. Kami sudah mencoba membuat proposal pengadaan kostum wayang orang ke dinas terkait, namun hingga kini belum ada jawaban, tambahnya.
Suharto berharap agar perkembangan kota wisata bisa dibarengi dengan pengembangan kebudayaan khususnya kesenian daerah yang merupakan tinggalan para leluhur. Ia berharap agar pemerintah bisa membangun ruang pertunjukan di tempat-tempat wisata, di mana kesenian tradisi bisa dijadwalkan untuk tampil secara bergiliran. Ini adalah salah satu pembinaan yang bisa dilakukan oleh Dinas Pariwisata Kota Batu. ( Edi Purwanto)
Sumber gambar: http://www.kabarinews.com/article.cfm?articleID=31460
0 Comments